Selama ini untuk mengetahui tekanan cairan di dalam otak (tekanan intra kranial) membutuhkan alat yang mahal dan proses operasi. Tapi dokter dari FKUI berhasil menemukan cara mengukur cairan di otak melalui sampel darah dan cairan otak.
Peningkatan tekanan intra kranial biasanya disebabkan karena adanya penambahan massa dalam rongga kepala maupun cacat bawaan terutama yang mengganggu jalannya aliran cairan otak.
"Standar baku untuk mengukur tekanan intra kranial dengan cara operasi memasukkan selang ke kepala yang terhubung dengan monitor hingga keluar grafik elektromagnetik. Tapi alat ini harganya mahal dan tidak banyak," ujar Dr Wismaji Sadewo disela-sela acara promosi doktornya dengan disertasi berjudul Petanda Stres Oksidatif Pada Peningkatan Tekanan Intra Kranial di ruang Sena Pratista FKUI, Senin (18/7/2011).
Dr Wismaji menuturkan peningkatan tekanan intra kranial ini membutuhkan pemantauan secara kontinyu dari waktu ke waktu, sehingga jika ada perubahan yang terjadi bisa ditentukan strategi penanganan sebelum berlanjut ke arah kerusakan permanen.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Dr Wismaji didapatkan bahwa untuk mengetahui tekanan intra kranial dari seorang pasien bisa dilihat dari 4 senyawa, yaitu enzim katalase, reduktor NADPH, Super Oxida Dismutase (SOD) dan metabolit MDA.
Hal ini karena adanya mekanisme di tingkat seluler dan molekuler bisa menghasilkan senyawa tertentu pada kasus peningkatan tekanan intra kranial. Konsentrasi keempat senyawa ini didapatkan melalui darah dan dibandingkan dengan konsentrasi yang didapatkan melalui cairan otak.
"Darah yang diambil bisa darimana saja, tapi lebih dekat dengan otak akan lebih baik, sedangkan untuk cairan otak diambil dari sumsum tulang belakang," ungkap dokter yang lahir di Demak 42 tahun silam.
Darah dan cairan otak yang diambil ini nantinya akan dikirim ke laboratorium dan dimasukkan dalam sebuah program sehingga bisa diketahui berapa tekanan intra kranialnya, apakah termasuk normal (<10 cm H2O), naik ringan (10-15 cm H2O), naik sedang (16-25 cm H2O) dan tekanan tinggi (>25 cm H2O).
Studi yang dilakukan selama 4 tahun ini melibatkan 24 responden yang memiliki rentang usia 3-63 tahun. Penyebab penyakitnya pun berbeda-beda yaitu stroke hemorajik sebanyak 9 kasus, trauma 5 kasus, neoplasma 7 kasus dan kasus lainnya sebanyak 3.
Hasil studi mendapatkan jika nilai SOD turun, NADPH turun dan MDA meningkat menunjukkan seseorang memiliki kelainan dengan intra kranialnya. Sedangkan jumlah enzim katalase yang rendah menunjukkan peningkatan tekanan intra kranial yang tinggi.
"Nilai tekanan intra kranial yang diketahui bisa digunakan untuk menegakkan diagnosis, menentukan prognosis kelainan yang ada, menentukan strategi terapi lanjutan dan mengevaluasi hasil pengobatan yang telah dilakukan," ungkapnya.
Dr Wismaji berharap dengan ditemukannya hal ini, pengukuran tekanan intra kranial bisa menjadi lebih mudah sehingga pengobatan yang diberikan untuk pasien menjadi lebih tepat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar